5 Desa Bali Aga di Kabupaten Buleleng

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on email
Share on pocket

Enggak melulu ke tempat yang bernuansa modis dan kekinian, kalian juga mesti coba untuk menengok desa dengan nuansa kental budaya turun-temurun.

Bali Aga merujuk pada desa dengan sejarah masyarakat setempat, juga dengan budaya, adat tradisi dan keyakinan beragama Hindu yang cukup berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya. Masyarakat Bali Aga mengklaim dirinya sebagai  penduduk asli yang mempertahankan berbagai macam budaya dan tradisi leluhur mereka dan bertahan sampai sekarang ini saat jaman modernisasi terus melaju pesat. Di Bali sendiri, desa Bali Aga tersebar di beberapa kabupaten.

Merujuk dari laman resmi Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, dinyatakan bahwa Kabupaten Buleleng memiliki 5 desa yang bertitel Bali Aga. Desa-desa tersebut kerap disingkat dengan SCTPB (Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Padawa, Banyuseri) oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng. Dalam salah satu artikelnya juga Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng mengelompokkan kelima desa ini dalam Panca Desa Bali Aga (Lima Desa Bali Aga).

Berikut deskripsi singkat dan juga lokasi dari kelima desa Bali Aga di Buleleng:

1. Desa Sidatapa

Sumber Youtub CNN Indonesia

Desa Sidatapa secara administratif terletak di wilayah Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa Sidatapa (Sidetape) ini merupakan sebuah desa Bali Aga atau desa tua di Buleleng yang masih melestarikan budaya dan warisan leluhurnya, sehingga sampai sekarang kita masih bisa menemukan sejumlah kebiasaan atau budaya terjaga lestari di tengah lajunya perkembangan ilmu dan teknologi.

Desa Tua Sidatapa ini diperkirakan mulai ada sejak tahun 785 M, namun demikian belum ditemukan prasasti yang menyebutkan asal-usul keberadaan desa ini, tetapi sumbernya berasal dari penuturan tetua desa atau leluhur mereka sehingga Sidetapa diketahui sebagai desa Bali Aga.

Bale Gajah Tumpang Salu | Sumber: Kecamatan Banjar

Beberapa warisan budaya Bali Aga di desa Sidatapa yang masih bisa ditemukan adalah, adanya sebuah bangunan rumah adat yang sudah tua dan langka bernama Bale Gajah Tumpang Salu, bangunan ini dibuat bertiang empat sesuai kaki gajah dan bertumpang 3 (salu), beberapa rumah penduduk dibangun membelakangi jalan kesannya tersembunyi dan tidak ingin diketahui, mungkin berbeda dengan rumah pada umumnya, lebih mengutamakan akses jalan sebagai tampilan depan rumah. Dinding tembok dan lantai bangunan masih menggunakan bahan dari tanah sebagai pelengkapnya digunakan anyaman ataupun batang bambu utuh.

Desa Sidatapa dulunya bernama Gunung Sari Munggah Tapa, perubahan nama tersebut tidak lepas dari perjalanan suci pendeta Budha, merasa prihatin atas wabah penyakit (gerubug) mematikan yang menimpa desa ini, kemudian sang pendeta melakukan tapa semadi dan memberikan batas-batas desa.

Maps: https://goo.gl/maps/NN5aDctsTcJ2

2. Desa Cempaga

Tarian dari Desa Cempaga | Sumber: Dispar Kab. Buleleng

Desa Cempaga merupakan desa tua atau desa bali aga yang berlokasi di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Desa Cempaga terdiri dari 2 Dusun yaitu Dusun Corot dan Dusun Desa. Seperti halnya Desa Bali Aga lainnya, desa ini memiliki tradisi yang sangat unik.

Desa yang berlokasi di dataran tinggi ini juga memiliki berbagai jenis tarian sakral. Jenis-jenis tarian yang ada di Desa Cempaga antara lain Tari Jangkang, Tari Baris (Baris jojor dan Baris Dadap), Tari Rejang yang jenisnya seperti Rejang Beneh, Rejang Tuding Pelayon, Rejang Lilit Nyali, Rejang Sirig Buntas, Rejang Embung kelor, Rejang Kepet, Rejang Galuh, Rejang Pengecek Galuh, Rejang Dephe, Rejang Bungkol, Rejang Renteng, Rejang Lilit, Rejang Legong, serta Rejang Unda.

Maps: https://goo.gl/maps/UxDDdmyhbFx

3. Desa Tigawasa

Desa Tigawasa memiliki salah satu tradisi yang khas berbeda dengan Desa Bali Aga lainnya di Buleleng. Tradisi dimaksud adalah tradisi saat penguburan mayat. Acara penguburan mayatnya pun cukup unik, karena mayat tidak di taruh di dalam peti, melainkan hanya dibungkus dengan kain batik dan di kubur begitu saja. Satu budaya khas lagi dari tigawasa yaitu Meboros Kidang (berburu rusa atau kijang) yang nantinya akan digunakan untuk sarana pecaruan menyambut hari raya sipeng adat (Nyepi desa).

Dalam tradisi bahasa, penduduk Desa Tigawasa menggunakan bahasa pedalaman dalam kesehariannya yang mana bahasa kuno Wong Aga saat masuk ke Bali ( bahasa/dialek Tigawasa ). Bahasa tersebut dalam vokal bahasanya kebanyakan memakai vokal huruf “A” seperti bahasa Jawa dan juga Melayu kuno.

Desa Tigawasa menawarkan objek wisata yang berbeda tepatnya di Dusun Wanasari, sejumlah masyarakat kreatif yang tergabung dalam Kelompok Kubu Alam (KuAl) memanfaatkan potensi tanaman bambu menjadikannya destinasi wisata berkonsep alam yang diberi nama Kubu Alam Desa Tigawasa yang dibangun dilahan milik warga.

Maps: https://goo.gl/maps/fe7PLbzrZtp

Baca juga Lakukan 5 Hal Ini Agar Mudah Berbaur dengan Penduduk Lokal Saat Traveling

4. Desa Pedawa

Selanjutnya ada Desa Pedawa. Desa yang juga terletak di Kecamatan Banjar ini juga diakui sebagai desa tua (Bali Aga) yang memiliki kaunikan tersendiri. Di Desa Pedawa tidak mengenal sistem kasta seperti di Bali Umumnya. Semua orang punya kedudukan yang setara. Disana hanya mengenal istilah tetua desa, yang dipilih secara tidak langsung oleh masyarakat desa. Jadi disini tidak ada orang yang bergelar Ida Bagus/Ida Ayu, I Gusti , I Dewa / I Desak sehingga tidak ada gelar Ida Pedanda maupun yang lainnya.

Ada satu tradisi unik di Pedawa, mungkin masih banyak orang yang belum tahu tentang tradisi Omed-Omedan di Bali. Tradisi Omed – omedan adalah tradisi ciuman massal yang biasa dilakukan di Banjar Kaja, Bali. Acara ini biasa dilakukan setelah upacara hari raya Nyepi selesai. Tradisi ini berhasil menarik perhatian para wisatawan mancanegara.

Maps: https://goo.gl/maps/fe7PLbzrZtp

5. Desa Banyuseri

Ilustrasi Prasasti | Sumber: Pemerintah Kabupaten Buleleng

Desa Banyuseri,diperkirakan adalah pusat desa dari sejumlah desa-desa Bali aga di masa silam. Perkiraan ini memang masih misteri, namun sebagian terkuak dari keberadaan prasasti Banyuseri yang sampai kini masih tersimpan baik digedong penyimpenan Pura Desa Banyuseri. Prasasti Banyuseri pernah dibaca oleh sejumlah tim pada tahun 1988. Dalam dokumen yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Banyuseri, pembacaan prasasti dilakukan oleh tim dari kantor wilayah Depdikbud Provinsi Bali. Pembacaan dilakukan pada tanggal 28 Nopember 1988. Ada 7 lempengan prasasti yang terbuat dari baja. Namun tidak seluruh prasasti bisa dibaca karena sebagian besar huruf dari prasasti itu sudah tidak terlihat karena tertutup karat. Prasasti ini ditemukan oleh Pan Sarti pada tahun 1950 silam di lahan perkebunannya dalam kondisi teritmbun tanah. Walaupun sebagian besar isi prasati belum terkuak, namun ada beberapa tulisan yang bisa dan telah dibaca.

Maps: https://goo.gl/maps/ZU68yz33gmx

Itulah dia 5 desa Bali Aga yang sering disingkat SCTPB di Kabupaten Buleleng. Tentunya dengan mengunjungi desa Bali Aga kita dapat belajar dan menambah wawasan tentang kentalnya budaya yang masih dipertahankan desa-desa tersebut ditengah cepatnya modernisasi.

Mau Backpack Buddy susunkan rute wisata yang menarik dan tentunya dapat menambah wawasan kamu? buruan klik disini dan mulai konsultasikan rute wisatamu dengan kami.

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on email
Share on pocket

Leave a Comment

Related Posts